-

Jumat, 22 Februari 2008

KADERISASI DALAM KELUARGA MUHAMMADIYAH

KADERISASI DALAM KELUARGA MUHAMMADIYAH

Oleh : Chabibul Barnabas*

Muhammadiyah sejak didirikan pada tanggal 18 Nopember 1912, telah menyatakan diri sebagai gerakan dakwah amar makruf nahyi mungkar, dan memiliki maksud dan tujuan persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya secara ideal dapat dirumuskan dalam "Baldathun Thoyyibatun warobbun Ghofur" Masyarakat Islam sebagaimana yang dicita-citakan Muhammadiyah dalam perwujudannya tentulah melalui perjalanan yang amat panjang. Sebab masyarakat yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari adalah masyarakat yang majemuk, baik dari pemahaman keIslaman maupun pada tataran aplikasi nilai-nilai Islam itu sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Mulai dari yang paling awam sampai kepada yang paling alim, dari yang tidak tahu dan tidak melaksanakan sama sekali ajaran Islam bahkan yang wajib sekalipun, sampai kepada yang paling sholeh. Karenanya, membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarnya harus dimulai dari individu dan keluarga, setelah ada keluarga yang sakinah tentu ada zariyah thoyyibah kemudian sampai kepada "Baldathun Thoyyibatun warobbun Ghofur" itu (Amien Rais, 1995).

Kaderisasi dalam Muhammadiyah sebagai upaya transformasi nilai-nilai kepada generasi berikutnya adalah aktivitas yang sangat penting bagi tercapainya cita-cita Muhammadiyah. Dalam keluarga Muhammadiyah dimana awal mulanya generasi penerus Muhammadiyah ini ada, harus menjadikan kaderisasi sebagai kegiatan penting sehingga terjadi kesinambungan nilai dalam keluarga Muhammadiyah. Bukan seperti yang akhir-akhir ini terlihat dalam keluarga-keluarga Muhammadiyah. Alangkah banyaknya tokoh-tokoh Muhammadiyah yang keluarganya justru tidak tersentuh sedikitpun oleh Muhammadiyah. Sehingga muncul penilaian buat tokoh-tokoh seperti itu; Muhammadiyah hanya untuk dirinya sendiri saja, bukan untuk keluarganya. Fenomena menarik seringkali muncul di tengah-tengah keluarga tokoh Muhammadiyah seperti diatas, seperti; anak-anaknya tidak ada yang aktif dalam Angkatan Muda Muhammadiyah, jarang mengikuti kegiatan-kegiatan Muhammadiyah, bahkan ketika sang tokoh itu meninggal dunia maka berakhirlah hubungan keluarga tersebut dengan Muhammadiyah ironisnya keluarganya mengadakan tahlilan 3, 7, 40 hari, dst hal ini diakibatkan ketidaktahuan atau akibat perbedaan paham dengan sang tokoh, wallohu 'alam.

Proses kaderisasi dalam keluarga Muhammadiyah menjadi penting artinya, tidak saja untuk transformasi nilai-nilai Islam dan Muhammadiyah tetapi juga untuk melangsungkan kepemimpinan dan reorganisasi dalam Muhammadiyah. Sangat disayangkan bilamana ada tokoh atau pimpinan Muhammadiyah tetapi kemudian anak-anaknya tidak aktif di Muhammadiyah, jangankan menjadi pimpinan, menjadi anggota saja tidak?

Kaderisasi dimulai dari rumah

Keluarga Muhammadiyah sebagaimana yang dipandukan dalam Pedoman Hidup Islami warga Muhammadiyah berkedudukan pertama, sebagai tiang utama kehidupan umat dan bangsa sebagai tempat sosialisasi nilai-nilai yang paling intensif dan menentukan, karenanya menjadi kewajiban setiap anggota Muhammadiyah untuk mewujudkan kehidupan keluarga yang sakinah, mawaddah warrahmah yang dikenal dengan keluarga sakinah. Kemudian yang kedua adalah agar keluarga-keluarga dilingkungan Muhammadiyah dituntut untuk benar-benar dapat mewujudkan Keluarga Sakinah yang terkait dengan pembentukan Gerakan Jama'ah dan da'wah Jamaah menuju terwujudnya Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Keluarga Muhammadiyah berfungsi antara lain dalam mensosialisasikan nilai-nilai ajaran Islam juga melaksanakan fungsi kaderisasi sehingga anak-anak tumbuh menjadi generasi muslim Muhammadiyah yang dapat menjadi pelangsung dan penyempurna gerakan da'wah di kemudian hari, dan keluarga dilingkungan Muhammadiyah dituntut keteladanan dalam mempraktikkan kehidupan yang Islami yakni tertanamnya kebaikan dan bergaul dengan saling menyayangi dan mengasihi, menghormati hak anak, saling menghargai dan menghormati antar anggota keluarga, memberikan pendidikan akhlak yang mulia secara paripurna, menjauhkan segenap anggota keluarga dari bencana siksa neraka, membiasakan bermusyawarah dalam menyelesaikan urusan , berbuat adil dan memelihara persamaan hak dan kewajiban serta menyantuni anggota keluarga yang tidak mampu.

Seorang anak dari keluarga Muhammadiyah akan merasakan bahwa dirinya adalah keluarga Muhammadiyah bilamana ada nuansa keMuhammadiyahan dalam keluarga atau rumah keluarga tersebut. Tidak saja dari aktivitas peribadahan saja seperti sholat, puasa, zakat dan lain-lain ( yang amat menonjol bisa terlihat pada saat pelaksanaan hari raya Idul Fitri atau Idul Adha yang berbeda dari masyarakat lainnya) tapi juga dari prilaku keseharian orang-orang dalam keluarga tersebut, mulai dari Ayah, Ibu, anak dan seluruh anggota keluarga lainnya. Seorang anak yang baru sekolah dan banyak bertanya mungkin akan menanyakan kepada ibunya, mengapa ibunya selalu berkerudung atau berjilbab dan ketika ada orang lain bukan muhrim ada yang bertamu kerumah, ibunya belum mau keluar kalau belum memakai kerudung. Mengapa ibunya tidak mau bersalaman dengan laki-laki yang bukan muhrimnya sedangkan dengan pamannya bersalaman. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu akan terjawab dengan sendirinya oleh anak-anak tersebut dengan perlahan-lahan dia mengenal ajaran Islam, dan ajaran Islam yang dia kenal langsung bisa dilihat sendiri sehari-hari dalam rumahnya, tidak saja ada dibuku-buku atau ceramah-ceramah guru-guru atau ustadz-ustadz di Masjid dan Musholla.

Waktu paling menentukan perkembangan kepribadian anak adalah menjelang remaja, dimana apa yang dia pahami berkat belajar sehari-hari akan banyak membekas dalam kehidupannya. Ketika seorang anak dalam keluarga Muhammadiyah bisa melewati masa-masa itu dalam nuansa Kemuhammadiyahan yang kental maka Insla Allah anak tersebut kelak akan menjadi kader-kader Muhammadiyah yang kental. Sebab memasukkannya kedalam lingkungan lain di luar rumah seperti organisasi otonom seperti Ikatan Remaja Muhammadiyah bukanlah sesuatu yang sulit. Sudah ada bekal yang dimilikinya dalam keluarga yang memudahkannya beradaptasi, dan kemudian memperdalam pengetahuan, militansi dakwah dan juga ketrampilannya dalam menjalankan tugas-tugas persyarikatan.

Mengarahkan Aktivitas Anak Menjadi Kader

Seorang anak dalam keluarga Muhammadiyah apakah cukup dengan memberikan nilai-nilai saja dalam keluarga?, tentu saja tidak. Sebab seorang anak kemudian akan menginjak remaja dan seterusnya akan menjadi dewasa. Ilustrasi tentang seorang tokoh Muhammadiyah yang anaknya tidak menjadi pengurus ortom bahkan anggota, kemungkinan disebabkan karena memang tidak diarahkan oleh orang tuanya. Tidak ada proses adaptasi pendahuluan yang dilakukan orang tua sehingga kemudian anaknya betul-betul dapat menikmati beraktivitas dalam lingkungan Muhammadiyah. Sebagai contoh adalah mengajak anak dalam acara-acara Muhammadiyah, memperkenalkan anak dengan tokoh-tokoh Muhammadiyah dan keluarganya, mengadakan pengajian-pengajian keluarga dimana seluruh anggota keluarga juga dilibatkan, dan seterusnya dimana semuanya adalah proses adaptasi bagi seorang anak sehingga kemudian dia lebih mengenal dan menghayati Muhammadiyah.

Dalam realitas keseharian warga Muhammadiyah banyak juga yang justru aktivitas anak-anaknya tidak terkontrol dengan baik. Jangankan mendekatkan diri dengan aktivitas dakwah seperti Muhammadiyah bahkan ada juga yang terlibat dengan pergaulan yang jauh dari nilai-nilai Islam.

Bagi seorang kader Muhammadiyah yang telah mengalami proses pendidikan dan pengemblengan dalam keluarganya sedemikian rupa sehingga kemudian dia betul-betul mengenal Muhammadiyah, beraktivitas dalam ortom Muhammadiyah akan menjadi mudah. Dengan demikianlah dia nanti bisa menggantikan posisi orangtuanya yang juga adalah tokoh Muhammadiyah. Maka mulailah kader tersebut menapaki aktivitasnya di Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Pemuda Muhammadiyah, Nasyiatul "Aisyiyah dan seterusnya menjadi kader andalan di persyarikatan Muhammadiyah. Dalam realitasnya tentu saja hal ini tidaklah mudah, ini memerlukan upaya yang terus menerus dari keluarga-keluarga Muhammadiyah dan juga pengontrolan dan evaluasi terus menerus.

Apa yang telah diuraikan dalam konsep da'wah jama'ah Muhammadiyah adalah sesuatu yang sudah memadai untuk dilaksanakan dalam keluarga-keluarga Muhammadiyah. Akan tetapi mungkin pendekatan konsep saja tidaklah cukup perlu pendekatan nuansa atau gerakan atau budaya yang itu lebih bersifat mental dibanding pendekatan teoritis atau konseptual. Betapa mudah kita membuat konsep tapi menjalankan yang kecil-kecil dalam keluarga kita susah sekali, seperti yang kita lihat sekarang ini.

Keluarga merupakan tiang utama kehidupan umatt dan bangsa. Karenanya, kaderisasi Muhammadiyah harus dimulai dari keluarga dengan komitmen yang kuat dari kepala keluarga dan isteri untuk memberikan tauladan yang baik kepada anak-anak sebagai kader-kader yang akan melangsungkan perjuangan Muhammadiyah.



Mulailah Kita dari Sekarang atau Keruntuhan Persyarikatan akan Lebih Cepat Terjadi !!!

* Penulis, adalah aktivis Pemuda Muhammadiyah Kabupaten Cilacap, juga di LSM PSKL Pusaka Cilacap.

Anonim mengatakan...

islam yes.............

 

© 2007 Laskar Soedirman: KADERISASI DALAM KELUARGA MUHAMMADIYAH | Design by Template Unik



Template unik dari rohman


---[[ Skip to top ]]---